Dari kekasihmu yang merindu
Akhir-akhir ini aku gemar sekali bertukar canda dengan perempuan gila yang bisikan resah dalam hati, ia bisikan hal menyakitkan hingga aku kelimpungan bimbang. Ia bisikan kata-kata menyakitkan hingga langkah lebar sulit aku pijakkan. Jika aku mati, mungkin bisikan perempuan gila jadi salah satu sebabnya, tidak perlu heran jika tubuhku termakan oleh rayuan manis bak lagu cinta sang perempuan gila. Rayuan perempuan gila telah menyatu dalam diriku yang tak bisa enyah semudah itu berperang gelisah tak karuan. Perempuan gila yang perlahan membunuh mimpi indahku oleh pikiran.
Perempuan gila yang telah mencinta sang kasih begitu dalam menolak jauh disadarkan. Ia berharap akan ada keajaiban untuk merayakan perjumpaan dengan kekasihnya. Ia menulis beribu bait puisi manis pada sang terkasih bak angan semu untuk jawaban bayangannya.
Jika kamu tanya, siapa perempuan gila? Ia yang melekat dalam diriku, yang lelah berperang dalam pikiran.
Jika kamu tanya, apakah jariku pernah lelah menulis puisi-puisi tentang sang kasih? Maka jawabannya, iya, pernah. Aku pernah lelah menulis puisi yang isinya hanya dia di dalamnya. Aku pernah lelah dibuatnya karena kepalaku ribut isinya hanya dia di dalamnya. Aku pernah lelah dibuatnya bingung akan kupuisikan bagaimana dia dan rasaku. Aku pernah lelah dibuatnya bertanya hingga kapan akan selalu begini. Aku pernah lelah dibuatnya tidak tahu akan hilang perasaan itu. Mungkin takkan hilang hingga seseorang telah menaruh percaya padaku.
Bila akhirnya aku mengaku lelah, apa yang aku dapat darinya? Apakah hatinya akan jadi balas bagiku? Meski akhirnya aku lelah, aku tak mau ingatan lelah melumpuhkan segala hal yang telah aku puisikan tentangnya. Usahaku memang tak bisa dinilai istimewa bagi kekasihku, kuasaku apa hingga dia dibuat menoleh sedikit pada arahku.
Meski akhirnya mungkin ini bukan yang dinamakan usaha tapi cintaku boleh diadu untuknya. Aku tidak sesali yang aku lakukan untuk manusia istimewa seperti dia.
Yang dikatakan kawanku mungkin ada benarnya bahwa ini hanya imaji yang terus-terusan aku muntahkan dari kepala ribut perempuan gila sepertiku dan dia sasaran empuk untuk tampung dalam keadaan dan jadi penenang yang tepat masanya.
Kawanku mungkin mengira aku sukar lepas dan telah mati rasa. Kawanku khawatir jika aku terus keliru dalam perasaan. Meski dalam keliru, aku takkan lelah dan merasakan sesal telah menjadikanmu satu-satunya tokoh dalam puisi-puisi goresan penaku.
Kawanku mungkin tak tahu bagaimana tokoh itu kuceritakan yang sebenarnya, aku yakin suatu saat kawanku akan paham bagaimana mencintai tokoh itu.
Bagaimanapun waktu akan segera menjawab pertanyaan tengah malam yang selalu kuhadirkan sebelum lelap menjemputku. Entah waktu yang lebih dulu menjemput pada istirahat akhir penuh kegelapan, atau waktu yang lebih dulu menjawab janjikan perjumpaan dengan kasihku.
Bagaimanapun jawaban sang Pemilik hati, aku tak punya kuasa akan itu. Aku tak miliki kuasa. Meski hingga akhir aku tak temukan jawaban, aku tak sesali menugaskan separuh hatiku mencinta sosok sepertimu. Love you for thousand more.
With you, everything felt okay
Yogyakarta, 7 Juli 2023