Aku pernah mengutip, "berangkat hari ini tidak ada bedanya dengan tahun depan".
Aku tak akan kembali... Aku merindu di setiap hari. Bodoh sampai berpikir jika hidup tanpa bisa menemuimu maka pantas disebut kematian hatiku. Jujur, Aku tertawa setiap mengingatmu, kamu mengajarkanku mengenali situasi saat duduk dan kamu menyuarakan suara-suara lewat siaran radiomu yang selama ini terekam di dalam diriku.
Kupikir mencintai efeknya tidak lebih menyakitkan. Hari-hariku di pertengahan tahun sungguh menyakitkan, malam dipenuhi air mata kesedihan dikelilingi basah kuyup kerinduan tak miliki makna.
Bahkan tertawa tak punya alasan untuk diwujudkan, kembali merindu suara yang jadi pengantar setiap lelapku. Tahun ini, hari-hari di pertengahan tahun akan menjadi salah satu yang berkesan untuk dikenang. Bulan lahirku di tahun ini memberi banyak rasa sukar diungkapkan dan sakit yang melelahkan.
Tahu bahwa ini sebuah larangan tapi hatiku tetap menuju pada dirimu, Tuhan Maha Tahu, Tuhan tahu kapan menyudahi dosa yang perbuat oleh ciptaannya. Dan aku tahu kamu melakukannya karena bisa melihat sisi yang tak terlihat oleh orang lain.
Aku berpikir ratusan kali selama bulan Juni hari itu. Tapi jawabannya tetap sama. Tak ada yang bisa kuubah dari antara banyaknya hal. Kau benar, kita sebuah kata tanpa makna. Aku mencoba berlayar dan mencari makna yang pada akhirnya hanya meninggalkan pilu mendalam.
Tapi apa kau tahu?
Bahkan tanpa makna, aku bersedia berlayar tanpa arah asalkan denganmu, sungguh bodohnya aku. Dan sekarang sudah waktunya untuk mengubah pengemudi kapal yang kita layarkan secara sepihak ini.
Kamu akan berlayar dan mencari kebahagiaanmu, tapi bagiku...
Aku harus berhenti sejenak di tengah perjalanan. Katakan aku pengecut karena aku mengingkari hatiku untuk meninggalkanmu. Aku membohongi diri dan bersembunyi dari kenangan yang menghantui.
Jika aku bisa kembali, aku tak akan bisa menahan diri. Mengatakan segala hal sebisaku dan menahan kamu selama mungkin dalam diriku. Meski kita pada akhirnya tak bersama, bukan berarti ini adalah sebuah akhir yang menyedihkan.
Kamu tahu?
Kamu adalah penantian panjang yang sampai kini masih kurindukan dan juga masih kucintai, Chenle. Kamu adalah sakit hati terbaik, sekaligus sosok yang sangat berharga bagi seorang pendosa sepertiku.
Aku mempublikasikan tulisan ini agar kukenang saat merindu kembali, mengobati sisa-sisa rindu dari bait penyusun puisi tentangmu.
Yogyakarta, 3 September 2022.